Polisi Terus Buru Sindikat Penyelundupan Manusia

Jaringan masyarakat sipil Suaka mempertanyakan dugaan suap yang dilakukan Australia agar kapal pencari suaka balik kembali ke Indonesia.
Ismira Lutfia Tisnadibrata
2016.09.27
Jakarta
160927_ID_Smuggled_620.jpg Foto yang diambil di Pengadilan Negeri Serang, Banten, 17 Maret 2010, tampak Abraham Louhenapessy, yang juga dikenal sebagai Kapten Bram, dikawal sebelum menjalani persidangan.
AFP

Kepolisian Republik Indonesia (Polri) terus memburu Suresh, seorang warga negara asing yang diyakini dalang sindikat penyelundupan manusia. Pemburuan ini menyusul ditangkapnya Abraham Louhanapessy, seorang warga Indonesia pekan lalu, buron dalam kasus penyelundupan 65 imigran gelap ke Selandia Baru, Mei 2015.

“Warga negara asing bernama Suresh masih dalam daftar pencarian orang. Dia adalah otak yang membawa orang (imigran gelap) dari luar negeri ke Indonesia,” ujar Kombes Pol. Sulistiyono, seorang penyidik pada Sub. Direktorat III Direktorat Tindak Pidana Umum, Badan Reserse Kriminal Polri, kepada BeritaBenar, Senin, 26 September 2016.

Sulistiyono mengatakan, Suresh adalah seorang dari dua warga Sri Lanka yang terlibat jaringan penyelundupan 65 imigran pencari suaka –terdiri dari 54 warga Sri Lanka, 10 warga Bangladesh dan seorang warga Myanmar.

“Suresh belum pernah tertangkap, posisinya di luar negeri. Maka, perlu ada kerjasama juga dengan Interpol,” tambahnya.

Abraham Louhanapessy yang juga dikenal sebagai Kapten Bram ditangkap di sebuah perumahan di Kalideres, Jakarta Barat, Jumat dinihari, 23 September 2016.

“Kami sudah serahkan yang bersangkutan ke Polres NTT (Nusa Tenggara Timur) karena penyidikan dan sidang akan dilakukan di sana,” ujar Sulistiyono.

Dia menambahkan 10 dari 11 tersangka kasus ini, terdiri dari delapan warga Indonesia dan tiga warga asing, sudah tertangkap. Delapan diantaranya sudah divonis bersalah dan sisanya masih dalam proses penuntutan dan penyidikan.

Masuk perairan Australia

Kepolisian mengatakan jaringan Suresh memberangkatkan ke-65 imigran tersebut dari Tegal, Jawa Tengah, pada Mei 2015. Jaringan ini disebutkan mendapatkan sekitar Rp4 milyar dari para pencari suaka untuk sekali pemberangkatan.

Mereka berangkat dengan dua kapal motor yang dibeli menggunakan dana Rp1,6 milyar yang diperoleh dari Vishvanathan Thinesh Kumar alias Kugan, anggota jaringan lain dari Sri Lanka yang bertindak sebagai koordinator jaringan penyelundupan manusia ini. Kugan ditangkap pada 10 Juli 2015 dan sudah divonis lima tahun dua bulan penjara.

Dalam perjalanan menuju Selandia Baru, kedua kapal itu memasuki perairan Australia. Lalu, mereka dicegat oleh petugas perbatasan dan angkatan laut Australia.

Kemudian, digiring kembali ke perairan Indonesia hingga akhirnya terdampar di Pulau Lanu, wilayah Kabupaten Rote Ndaho di Nusa Tenggara Timur pada 31 Mei 2015.

Penggiringan kedua kapal kembali ke Indonesia sempat membuat hubungan Indonesia dan Australia memanas setelah awak kapal mengaku dibayar angkatan laut Australia lebih dari 30 ribu dolar Amerika untuk berputar balik ke Indonesia.

Pemerintah Australia yang saat itu dipimpin Perdana Menteri Tony Abbott tidak pernah membantah klaim pembayaran tersebut.

Sambut baik

Australia menyambut baik penangkapan Kapten Bram yang dianggap sebagai “pemain kunci” jaringan penyelundupan manusia di Indonesia.

Menteri Imigrasi dan Perlindungan Perbatasan Australia, Peter Dutton, mengatakan dalam pernyataan tanggal 23 September bahwa Kapten Bram mempunyai sejarah panjang dalam penyelundupan manusia ke Australia sejak tahun 1999.

“Ditangkapnya Kapten Bram menunjukkan suksesnya upaya pencegahan di laut, tapi kita harus tetap waspada karena penyelundup manusia akan melakukan apapun untuk meyakinkan mereka yang rentan untuk membayar dan naik ke kapal yang bocor,” ujar Dutton.

“Inilah mengapa kita telah memperkuat kapabilitas kita di air untuk memastikan bahwa kapal-kapal penyelundup manusia ilegal tidak akan sampai ke Australia,” tambahnya.

Pemain lama

Kapten Bram dikenal sebagai pemain lama dalam penyelundupan manusia dan terkait dalam setidaknya dua kasus pelayaran ilegal membawa imigran gelap menuju Australia.

Pada Mei 2007, ia ditangkap di Indonesia karena membawa 83 warga Sri Lanka ke Pulau Christmas di Australia. Ia dibebaskan pada tahun berikutnya.

Pada Oktober 2009, ia kembali ditangkap karena berusaha menyelundupkan 225 imigran dari Merak, Banten.

Saat itu, Indonesia belum punya undang-undang yang mempidanakan penyelundupan manusia sehingga Bram hanya dikenakan denda karena pelanggaran di bidang maritim.

Indonesia baru dapat mempidanakan penyelundupan manusia setelah Undang-Undang No. 6 Tahun 2011 tentang Keimigrasian diundangkan pada 5 Mei 2011.

Pasal 120 undang-undang ini mengancam pelaku penyelundupan manusia hukuman penjara maksimal 15 tahun dan denda maksimal Rp1,5 milyar.

Pertanyakan dugaan suap

Febi Yonesta, ketua jaringan masyarakat sipil sukarela Suaka, beranggotakan individu dan organisasi yang bekerja bagi perlindungan hak-hak pencari suaka dan pengungsi di Indonesia, mempertanyakan dugaan penyuapan yang dilakukan Australia kepada para awak kapal agar kapal pencari suaka kembali ke Indonesia.

“Bagaimana dengan dugaan pembayaran itu? Harusnya isu itu lebih diperhatikan,” ujarnya kepada BeritaBenar.

Terkait nasib ke-65 imigran di kedua kapal tersebut, Febi mengatakan saat ini mereka ditampung oleh imigrasi di sebuah hotel di Kupang.

Status mereka agar dijadikan pengungsi masih terus diproses oleh Komisariat Tinggi PBB Urusan Pengungsi (UNHCR) Indonesia.

“Walau ditampung dalam sebuah hotel, kondisi mereka seperti tahanan karena tidak bebas, padahal mereka bukan kriminal. Hal ini membuat mereka frustasi,” tambahnya.

Mereka merupakan sebagian kecil dari 6.569 pengungsi dan 7.176 pencari suaka yang ditampung di berbagai tempat di Indonesia.

Di antara mereka, ada yang telah bertahun-tahun tinggal di Indonesia, tapi belum jelas kepastian negara ketiga yang bersedia menerima pengungsi tersebut.

Komentar

Silakan memberikan komentar Anda dalam bentuk teks. Komentar akan mendapat persetujuan Moderator dan mungkin akan diedit disesuaikan dengan Ketentuan Penggunaan. BeritaBenar. Komentar tidak akan terlihat langsung pada waktu yang sama. BeritaBenar tidak bertanggung jawab terhadap isi komentar Anda. Dalam menulis komentar harap menghargai pandangan orang lain dan berdasarkan pada fakta.