Jokowi Harap Perpres Percepat Industri Mobil Listrik di Indonesia
2019.08.08
Jakarta

Presiden Joko "Jokowi" Widodo mengatakan telah menandatangani peraturan presiden (Perpres) tentang percepatan pengembangan kendaraan bermotor listrik (mobil listrik) yang nanti akan mendapat berbagai insentif bagi perusahaan produsen mobil listrik.
"Sudah. Perpres mobil listrik sudah ditandatangani, hari Senin pagi," kata Jokowi kepada wartawan usai meresmikan gedung baru ASEAN di Jakarta, Kamis, 8 Agustus 2019.
Berbagai macam insentif yang diberikan – termasuk insentif bagi produsen mobil listrik, penyedia infrastruktur dan perusahaan transportasi, dan pembeli mobil listrik.
Jokowi berharap Perpres itu akan mendorong industri otomotif untuk segera merancang industri mobil listrik di Indonesia.
Menurutnya, sekitar 60 persen kunci pengembangan mobil listrik ada dalam baterai dan bahan untuk membuatnya tersedia di Indonesia.
"Baterai itu bahan bakunya cobalt, mangan dan itu ada di Indonesia, dan bisa kita rancang dan bangun mobil listrik yang murah," katanya.
Yang paling penting, tambah Jokowi, bukan hanya perkara murah atau mahal tapi yang bisa dibeli konsumen.
"Nggak mungkin bisa bikin mobil tapi yang beli tidak ada atau beli murah tapi cepat rusak terus buat apa?" imbuhnya.
Jokowi memperkirakan untuk membangun industri mobil listrik membutuhkan waktu yang tidak singkat karena masih ada beberapa kendala seperti harga dan kondisi pasar.
"Tidak mungkin memakan waktu setahun dua tahun karena kita melihat kondisi pasar dan pembeli, apakah nanti ada yang beli?" ujarnya.
Dia menyebut, harga mobil listrik lebih mahal 40 persen ketimbang mobil biasa.
Oleh karenanya, Jokowi berharap agar sumber bahan baku baterai bisa dimaksimalkan di Indonesia agar harganya bisa lebih murah.
"Mendorong konsumen untuk membeli kalo harganya mahal siapa yang mau juga?" katanya.
"Syukur kalau bisa sama harganya, baru mobil listrik bisa berseliweran di kota-kota di Indonesia.”
Insentif
Produsen mobil listrik nanti dapat memperoleh pengurangan tarif impor untuk mobil mogok, tidak dirakit dan tarif impor lebih rendah untuk mesin dan bahan baku produksi.
Namun, mereka harus memprioritaskan komponen yang bersumber secara lokal. Pembuat mobil harus meningkatkan komposisi komponen dalam negeri menjadi 80 persen pada tahun 2030, sementara pembuat sepeda motor harus mencapai target itu pada tahun 2026.
Pemilik mobil juga dapat memperoleh manfaat seperti pajak pembelian barang mewah yang lebih rendah, tarif pajak kendaraan tahunan lebih rendah, biaya subsidi di stasiun pengisian (pom listrik), serta insentif non fiskal seperti area parkir khusus dan jalur khusus.
Jokowi juga meminta Gubernur DKI Jakarta, Anies Baswedan untuk bisa memberikan insentif bagi para pemilik mobil listrik.
"Bisa dimulai dengan misal ganjil genap bebas untuk mobil listrik, atau parkir gratis, bisa saja balik nama gratis," katanya.
Jokowi menilai DKI Jakarta bisa memberikan berbagai insentif karena memiliki Anggaran Pendapatan Belanja Daerah (APBD) yang cukup besar.
"Bisa dimulai dari transportasi umum Jakarta seperti taksi dengan armada mobil listrik atau sepeda motor listrik nantinya bisa juga digunakan di sini," katanya.
Gubernur DKI Jakarta, Anies Baswedan, mengaku sedang mempersiapkan realisasi peraturan tersebut.
"Kami sudah berbicara dengan pelaku usaha di bidang transportasi untuk mengantisipasi aturan tersebut. Produsen otomotif bisa mengonversi penggunaan mobil berbahan bakar minyak ke listrik," katanya.
Deputi III Bidang Koordinasi Infrastruktur Kemenko Kemaritiman, Ridwan Djamaluddin, mengatakan dua perusahaan mobil listrik China yaitu BYD dan JAC menyatakan minat untuk mendirikan pabrik di Indonesia.
Salah satu lokasi yang menjadi pilihan antara lain di Jawa Barat untuk mobil dan luar pulau Jawa untuk produksi baterainya.
"BYD akan bekerjasama dengan Blue Bird, namun seperti apa belum tahu karena saya belum baca perpresnya," katanya.
Kurangi polusi
Pakar otomotif, Mukiat Sutikno menilai rencana pemerintah itu sangat bagus mengingat tingkat polusi udara di Indonesia yang semakin tinggi.
"Namun rencana ini harus dilengkapi dengan matang, harus dipikirkan nantinya dimana electric fueling station (tempat isi listriknya)," katanya.
"Isi listriknya dimana karena Indonesia terdiri dari pulau-pulau cukup banyak, kalau tidak ada sistem pengisian listrik akan kesulitan."
Selain bisa mengurangi polusi udara, lanjutnya, penggunaan mobil listrik juga tergolong lebih murah dari segi perawatan dibandingkan dengan mobil biasa.
"Pemeliharaan lebih murah meskipun harga jauh lebih mahal. Tantangan yang harus dibereskan adalah supaya harga bisa kompetitif," ujar Mukiat yang juga Presiden Direktur Bridgestone Indonesia.
Ia menilai dibutuhkan subsidi dari pemerintah yang tidak sedikit agar mobil listrik bisa bersaing dengan mobil biasa.
"Kendalanya harganya 30 persen lebih mahal dari mobil biasa, paling utama beterainya paling mahal, baterai itu kendala paling besar karena paling mahal," katanya.
Meski Indonesia penghasil bahan baku cobalt dan mangan, tetapi belum ada industri yang bisa mengolah menjadi baterai untuk mobil listrik.
"Jika ada produsen pabrikan penghasil baterai mobil listrik mungkin akan sangat membantu," katanya.
Ia menyarankan adanya insentif menarik bagi para produsen mobil untuk membawa mobil listrik ke Indonesia karena hampir setiap produsen mobil pasti memproduksi mobil listrik.
"Di luar negeri sudah banyak mobil listrik karena hitungan pajak yang diberikan menarik, peraturan memudahkan produsen, pengurangan pajak dan insentif untuk swasta untuk bangun pom listrik," pungkasnya.