Pemerintah Larang Mobilisasi Massa Selama Pemilu
2019.04.15
Jakarta

Pemerintah melarang mobilisasi massa dari pendukung calon presiden dan wakil presiden saat berlangsung Pemilu sebelum ada keputusan resmi Komisi Pemilihan Umum (KPU) tentang pemenang karena dikhawatirkan dapat menimbulkan gangguan keamanan.
“Mengenai rencana mobilisasi massa, seperti diketahui ada quick counts dan perhitungan cepat kemudian serta merta pawai kemenangan lewat mobilisasi massa. Ini sesuatu yang dianjurkan jangan dilakukan, karena akan membuat sesuatu menjadi ricuh,” kata Menteri Koordinator Bidang Politik, Hukum dan Keamanan, Wiranto dalam jumpa pers usai rapat kerja kesiapan Pemilu di Jakarta, 15 April 2019.
Menurut Wiranto, mobilisasi massa seperti melakukan pawai kemenangan sebelum ada pengumuman resmi dari KPU melanggar UU No. 9 tahun 1998 yang menjelaskan syarat pelaksanaan yaitu tidak mengganggu kesatuan dan persatuan bangsa.
"Dalam bentuk apapun mobilisasi massa seperti pawai, syukuran tidak diizinkan. Kalau di rumah masing-masing boleh. Kalau di ruang umum akan dilarang," tegasnya.
Ia memastikan Pemilu 2019 yang akan digelar pada Rabu, 17 April akan berjalan lancar.
"Kami imbau aparat keamanan bisa maksimal dalam pengamanan Pemilu. Bagi yang akan lakukan hak pilih akan dikawal jadi tidak perlu ada rasa takut untuk gunakan hak pilihnya," katanya.
Hal senada disampaikan Kapolri, Jenderal Tito Karnavian, dengan menyatakan selama enam bulan kampanye, kondisi relatif aman dan berjalan lancar.
"Salah satunya terlihat dari tidak adanya mobilitas massa yang berlebihan dalam pergi ke luar negeri. Semua data normal," katanya.
Dari data dipaparkan grafik mingguan warga Indonesia yang pergi ke luar negeri stabil dan tidak ada lonjakan.
Sebanyak 70.000 orang pergi ke luar negeri, sementara yang masuk Indonesia berjumlah 74.000 orang setiap pekannya.
Pasukan pengamanan
Dalam pemilu serentak untuk memilih presiden dan wakil presiden, anggota DPR RI, DPRD Provinsi dan Kabupaten/Kota, sebanyak 271.880 personel Polri ditambah 68.854 prajurit TNI dikerahkan dengan bantuan 1,6 juta lintas masyarakat, seperti satpam dan hansip.
Tito menjelaskan pengamanan Tempat Pemungutan Suara (TPS) terbagi atas kategori rawan dan tidak rawan.
Jika potensi konflik dinilai kecil, maka kekuatan aparat yang diterjunkan minim. Namun jika sangat rawan, pihaknya akan pertebal Polri dan TNI di area tersebut.
"Dikategorikan sangat rawan misalnya memiliki basis dukungan yang sama besar antara Paslon (pasangan calon) 01 dan 02, pernah ada sejarah konflik dan rawan isu sensitif seperti masalah tanah, suku, agama dan kekerasan," kata Tito.
Paslon 01 adalah kandidat presiden petahana Joko “Jokowi” Widodo yang berpasangan dengan calon wakil presiden Ma’ruf Amin, sedangkan paslon 02 adalah calon presiden Prabowo Subianto berpasangan dengan calon wakil presiden Sandiaga Uno.
Beberapa daerah yang rawan, tambahnya, antara lain Maluku, Maluku Utara, Papua, Papua Barat, NTT, Aceh, Yogyakarta, dan DKI Jakarta.
Secara keseluruhan, pihaknya telah memonitor kesiapan seluruh provinsi dan mereka dalam keadaan siap dan stabil.
"Kami yakinkan publik kalau Pemilu nanti bisa menjadi Pemilu damai. Kami siap mengawal," kata Wiranto.
Diselesaikan
Ketua Komisi Pemilihan Umum (KPU), Arief Budiman, menjelaskan pihaknya sudah menyelesaikan polemik dugaan 17,5 juta data pemilih tetap (DPT) yang dipermasalahkan Badan Pemenangan Nasional (BPN) Prabowo - Sandiaga.
“Kami sudah tindaklanjuti termasuk yang angkanya sering disebut 17,5 juta orang, Pada minggu kemarin juga menghadirkan peserta pemilu. Ada perwakilan TKN (Tim Kampanye Nasional) 01 dan BPN 02, dugaan itu sudah kami selesaikan," katanya.
Ia menambahkan, setiap pemilih hanya bisa menggunakan hak pilihnya sekali dengan ditandai tinta biru bagi yang telah mencoblos.
"Jika masih terdapat nama yang misalnya meninggal dan tidak memenuhi syarat akan diberikan tanda dalam kolom yang ada di DPT tersebut, apakah dia MD (meninggal dunia) atau karena suatu hal," katanya.
Komisioner KPU Viryan Aziz menambahkan 17,5 juta data yang diduga bermasalah itu telah diverifikasi secara faktual dengan teknik sampling terhadap1.604 data pemilih yang dipersoalkan.
"Hasilnya tidak ada masalah, dari sampel tersebut 98,5 persen terverifikasi ada orangnya," jelasnya.
Viryan mengatakan data pemilih yang memiliki tanggal dan bulan lahir sama merupakan hasil pencatatan bagi warga yang lupa tanggal lahirnya.
Sebelumnya, anggota Dewan Pembina BPN Prabowo-Sandiaga, Amien Rais dan sejumlah jajarannya mempersoalkan DPT Pemilu 2019 yang dianggap bermasalah, mulai dari pemilih bertanggal lahir sama hingga invalid.
BPN sempat menyambangi kantor KPU untuk melapor temuan 17,5 juta DPT bertanggal lahir sama yaitu 1 Juli, 31 Desember, dan 1 Januari.
Sementara itu, terkait kasus surat suara yang sudah tercoblos di Malaysia, Ketua Bawaslu Abhan mengatakan pihaknya akan menemui Polisi Diraja Malaysia di Kuala Lumpur untuk memperjelas kasus tersebut.
Puluhan ribu suara ditemukan dalam keadaan tercoblos untuk pasangan Jokowi-Ma'ruf dan caleg Partai Nasdem.
Abhan menambahkan pihaknya masih melengkapi proses investigasi dengan mengirim tim Bawaslu ke Kuala Lumpur.