Koalisi Gemuk Disebut Jadi Tantangan Jokowi

Analis mengatakan memulihkan kepercayaan masyarakat juga akan menjadi tantangan dalam periode pemerintahan Jokowi-Ma’ruf.
Arie Firdaus
2019.10.18
Jakarta
191018_ID_Jokowi_papua_1000.jpg Presiden Joko “Jokowi” Widodo bertemu dengan anak-anak Papua di Istana Merdeka, Jakarta, 11 Oktober 2019.
AFP

Koalisi gemuk, dengan bergabungnya oposisi ke koalisi partai yang berkuasa, dinilai akan menjadi tantangan pemerintahan Joko "Jokowi" Widodo pada periode kedua, karena berpotensi menimbulkan konflik internal dan kontrol tak berjalan dengan baik, kata sejumlah pengamat.

Dari sembilan partai yang mendapat kursi Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) 2019-2024, lima di antaranya mendukung pasangan Jokowi dan Ma’ruf Amin dengan total 349 kursi --dari keseluruhan 575.

Tiga partai pendukung Prabowo Subianto yang berpasangan dengan Sandiago Shalahuddin Uno, pasangan kandidat yang kalah dalam pemilihan presiden April lalu, yakni Gerindra, Demokrat, dan Partai Amanat Nasional (PAN) pun kini berpotensi bergabung ke pemerintahan usai pimpinan partai-partai itu bertemu muka dengan Jokowi.

"Hal itu (koalisi gemuk) akan menjadikan demokrasi tak sehat karena proses checks and balances tak berjalan baik," kata pengamat politik Universitas Al Azhar Indonesia, Ujang Komarudin kepada BeritaBenar di Jakarta, Jumat, 18 Oktober 2019.

"Di sisi lain, koalisi gemuk juga berpotensi menimbulkan konflik internal karena masing-masing partai punya kepentingan berbeda."

Hal sama diutarakan pengamat politik dari Universitas Paramadina, Hendri Satrio, yang menilai koalisi gemuk berpotensi menimbulkan konflik jika Jokowi gagal menjaga keharmonisan.

"Partai berpotensi jalan sendiri-sendiri demi mengejar kepentingan masing-masing sangat tinggi, seperti yang terlihat di lima tahun terakhir," ujarnya.

Andaikata ketiga partai itu jadi bergabung, hal ini akan menambah kekuatan koalisi Jokowi menjadi 525 kursi – dan hanya menyisakan Partai Keadilan Sejahtera (PKS) yang memiliki 50 kursi, sebagai satu-satunya partai oposisi.

Amy Searight dan Brian Harding dari Center for Strategic and International Studies (CSIS) yang berbasis di Washington menunjukkan bahwa mitra koalisi membidik pos kabinet di mana mereka dapat mengarahkan sumber daya sesuai dengan keinginan mereka.

"Jokowi telah berjanji bahwa 55 persen kabinet akan terdiri dari 'profesional' daripada dari pemimpin partai politik, dengan tim inti ekonomi diharapkan akan diisi oleh teknokrat, termasuk menteri keuangan saat ini Sri Mulyani dalam kapasitas tertentu," demikian disampaikan Searight dan Harding dalam laporan bertajuk Jokowi 2.0: Kebijakan, Politik dan Prospek untuk Reformasi.

"Dia juga mengatakan kabinet akan mencakup milenium serta setidaknya seorang dari Papua."

Kembalikan kepercayaan publik

Merebut kembali kepercayaan publik, juga dinilai akan menjadi tantangan Jokowi dalam lima tahun kedua masa jabatannya.

Serangkaian unjuk rasa mahasiswa terjadi sepanjang bulan lalu, mendesak pemerintah dan Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) membatalkan pengesahan sejumlah undang-undang kontroversial, salah satunya terkait Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK).

Walaupun Jokowi sempat mengatakan mempertimbangkan mengeluarkan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang (Perppu) KPK, namun ia mendapatkan penolakan dari partai politik pendukungnya.

"Sikap Jokowi yang menolak meneken Perppu KPK justru memperburuk citra pemerintah, karena Jokowi dianggap tidak mendukung pemberantasan korupsi," ujar peneliti Indonesia Corruption Watch (ICW) Kurnia Ramadhana, yang pesimis pemberantasan korupsi bakal menjadi prioritas Jokowi dan Ma'ruf Amin.

Jokowi sudah mengatakan tak lagi melibatkan KPK dalam menelusuri rekam jejak calon menteri, sepertinya halnya kala menyusun kabinet lima tahun lalu.

Dihubungi terpisah, politikus Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDI-P) Charles Honoris, optimis Jokowi tetap didukung masyarakat dalam periode kedua sebagai presiden.

Ia merujuk pada survei Litbang Kompas per Oktober 2019 yang menunjukkan tingkat kepuasan masyarakat terhadap pemerintahan Jokowi berada di kisaran 58,8 persen.

"Menurut saya, itu masih menjadi bukti bahwa masyarakat mengapresiasi kerja pemerintah, terlepas dinamika yang terjadi belakangan," kata Charles.

Prosesi pelantikan

Jokowi dan Ma'ruf Amin akan dilantik sebagai presiden 2019-2024 pada 20 Oktober mendatang oleh Majelis Permusyawaratan Rakyat (MPR).

Mengutip susunan kegiatan yang disusun MPR, pelantikan Jokowi akan digelar pukul 14.30 WIB, dengan dibacakannya keputusan Komisi Pemilihan Umum (KPU) oleh Ketua MPR Bambang Soesatyo yang disusul pengambilan sumpah Jokowi dan Ma'ruf Amin.

Jokowi pun menurut rencana akan langsung memberikan pidato pertama usai dilantik di kesempatan tersebut. Proses pelantikan dijadwalkan tuntas sebelum pukul 16:00 WIB.

Beberapa kepala negara dan pemerintahan negara sahabat direncanakan menghadiri pelantikan nanti, seperti dari Brunei Darussalam, Malaysia, Singapura, Australia, Filipina, dan Myanmar. Vietnam dan Cina akan diwakilkan wakil presiden masing-masing. Adapun Amerika Serikat mengirim Menteri Transportasi Elaine L Chao, sebagai utusan Presiden Donald Trump.

Sebanyak 30 ribu aparat kepolisian dan Tentara Nasional Indonesia (TNI) disiagakan untuk pengamanan pelantikan, atau lebih banyak ketimbang pengamanan pelantikan anggota MPR, DPR, dan Dewan Perwakilan Daerah (DPD) pada 1 Oktober lalu yang hanya 16 ribu personel.

Menggiatkan pengamanan

Menjelang hari pelantikan, persiapan pengamanan terus ditingkatkan Polri dan TNI, usai insiden penusukan terhadap Menteri Koordinator bidang Hukum dan Keamanan, Wiranto, pada 11 Oktober lalu.

Wiranto kini masih dirawat di RSPAD Gatot Subroto Jakarta dan belum dipastikan bakal menghadiri pelantikan.

Juru bicara Mabes Polri, Brigjen. Pol. Dedi Prasetyo menyebutkan bahwa tim Densus 88 telah menangkap 40 orang di berbagai daerah menyusul penusukan Wiranto, Kamis pekan lalu, atas dugaan akan melakukan serangan teror.

Menurut Kepala Subdirektorat Penegakkan Hukum Dirlantas Polda Metro Jaya Ajun Komisaris Besar Muhammad Nasir, ruas jalan di depan kompleks MPR/DPR ditutup sejak Jumat hingga selesai pelantikan Jokowi-Ma'ruf.

"Ini dalam rangka pengamanan pelantikan. Kami akan membuka lagi (jalan) setelah pelantikan," kata Nasir saat dihubungi.

Berbeda dengan saat pengambilan sumpah para anggota MPR, DPR, dan DPD, polisi melarang aksi unjuk rasa sejak beberapa hari lalu hingga pelantikan presiden.

Komentar

Silakan memberikan komentar Anda dalam bentuk teks. Komentar akan mendapat persetujuan Moderator dan mungkin akan diedit disesuaikan dengan Ketentuan Penggunaan. BeritaBenar. Komentar tidak akan terlihat langsung pada waktu yang sama. BeritaBenar tidak bertanggung jawab terhadap isi komentar Anda. Dalam menulis komentar harap menghargai pandangan orang lain dan berdasarkan pada fakta.