Kapal TKI dari Malaysia Karam di Batam, 18 Tewas, 44 Hilang

Dina Febriastuti
2016.11.02
Pekanbaru
161102_ID_Boatmigrant_1000.jpg Polisi membawa bayi yang tenggelam setelah kapal membawa sekitar 101 orang dari Malaysia karam di perairan Batam, Kepulauan Riau, 2 November 2016.
AFP

Sedikitnya 18 orang tewas, termasuk seorang bayi, dan 44 lainnya hilang setelah kapal yang membawa 98 penumpang serta tiga awaknya karam di perairan Tanjungbemban, Nongsa, Pulau Batam, Kepulauan Riau (Kepri), Rabu pagi, 2 November 2016.

Kepala Seksi Kedaruratan Badan Penanggulangan Bencana (BPBD) Kepri, Hardin Nafii, menyatakan bahwa hingga Rabu sore, 39 penumpang sudah ditemukan dalam keadaan selamat.

Beberapa dari mereka dalam kondisi lemas, sehingga segera dievakuasi ke rumah sakit. Begitu juga jenazah para korban sudah dibawa ke rumah sakit untuk proses identifikasi.

“Operasi pencarian korban yang hilang akan dilanjutkan Kamis pagi. Sekarang dihentikan sementara karena sudah gelap,” katanya saat dihubungi BeritaBenar, Rabu malam.

Hardin menduga penyebab tenggelamnya kapal itu akibat cuaca ekstrem yang melanda perairan Batam karena sejak menjelang pagi terjadi hujan lebat disertai angin kencang.

“Kapal jenis speedboat itu mungkin terkena badai dan ombak juga lumayan besar. Lalu, kapal dibawa arus sehingga menabrak karang,” katanya.

“Sesungguhnya kapal sudah mendekati daratan. Tinggal sekira 500 meter lagi. Tapi, pagi itu cuaca tak bersahabat. Sempat muncul angin kencang dan arus laut yang kuat.”

Kelebihan muatan?

Selain itu, tambahnya, kemungkinan kapal yang berangkat dari Johor Bahru, Malaysia, tujuan Batam itu kelebihan muatan.

Hardin menduga para penumpang kapal naas adalah tenaga kerja Indonesia (TKI) ilegal di Malaysia sehingga mereka menempuh jalur berisiko dengan naik kapal melebihi kapasitas.

“Melihat ukuran kapal, tampaknya over capacity dan berbahaya ditumpangi 101 orang. Paling kapasitasnya setengah dari itu,” katanya.

Tetapi, dia menyebutkan untuk mengetahui penyebab utama karamnya kapal itu akan dilakukan penyelidikan lebih mendalam oleh pihak kepolisian.

“Sekarang fokus kita adalah berusaha mencari para korban yang masih hilang. Semoga mereka selamat dan bisa segera ditemukan,” katanya.

Ditambahkan operasi pencarian melibatkan para petugas BPBD, polisi air, TNI Angkatan Laut, Tagana dari Dinas Sosial, Palang Merah Indonesia dan para nelayan setempat.

Kepala Bidang Hubungan Masyarakat Kepolisian Daerah Kepulauan Riau, AKBP Erlangga, menyatakan bahwa dari 18 korban meninggal, seorang diantaranya adalah bayi perempuan berusia sekitar setahun.

Lalu, tujuh orang adalah perempuan dewasa dan 10 orang laki-laki dewasa. Sementara, keseluruhan korban yang selamat adalah laki-laki dewasa.

Higga Rabu malam, ungkap Erlangga, masih ada empat korban selamat masih menjalani perawatan di Rumah Sakit Bhayangkara Batam.

“35 lainnya masih berada di posko yang kita bentuk di Tanjungbemban,” ujarnya kepada BeritaBenar.

Sering terjadi

Karsiwen, Ketua Keluarga Besar Buruh Migran Indonesia (Kabar Bumi), menyatakan kecelakaan kapal pengangkut TKI ini adalah kejadian yang sering terjadi.

“Sudah banyak meskipun kami tidak punya data secara rapi,” ujarnya.

Menurut catatan BeritaBenar, pada 23 Juli 2016, 20-an orang tewas setelah kapal yang mengangkut 62 TKI karam di perairan Johor, Malaysia, karena mengalami mati mesin akibat dihantam ombak besar. Para korban hendak pulang ke Indonesia melalui Batam.

Merujuk data Kementerian Luar Negeri (Kemlu), kecelakaan kapal yang mengangkut tenaga kerja ilegal saat mau pulang dari negara jiran atau pergi ke Malaysia memang kerap terjadi.

Pada 3 September 2015, sebanyak 63 WNI tewas saat kapal mereka tumpangi karam di perairan Sabak Bernam, Selangor, Malaysia, ketika dalam perjalanan pulang ke Tanjung Balai, Asahan, Sumatera Utara.

Sejak 2013, Kemlu mencatat setidaknya terjadi tujuh insiden kapal karam yang mengangkut TKI ilegal. Dari rentetan peristiwa ini, 152 orang meninggal dunia dan hilang.

Jalur tikus

Karsiwen menyatakan, menumpang kapal dengan berdesakan merupakan suatu realita umum bagi TKI. “Inilah realita kaum buruh migran. Terpaksa. Apakah tidak ada pilihan yang lebih baik? Tidak ada,” ucapnya.

“Mereka terpaksa memilih jalur tikus, karena jika legal dengan meminta pengampunan, mereka masuk daftar hitam lima tahun. Selama itu mereka tak bisa lagi bekerja kembali ke sana,” tambahnya.

Banyak TKI bekerja di Malaysia secara ilegal dengan memanfaatkan visa turis. Ketika visa habis, mereka pulang, untuk kemudian masuk dan bekerja lagi di Malaysia, tanpa visa kerja.

Menurut Karsiwen, jalur resmi adalah dimana tenaga kerja memanfaatkan Perusahaan Jasa Tenaga Kerja Indonesia (PJTKI).

“Namun, jalur resmi ini tetap merupakan pilihan buruk bagi buruh migran karena PJTKI kan memegang semua dokumen asli sang buruh. Itu rentan disalahgunakan,” ujarnya.

Komentar

Silakan memberikan komentar Anda dalam bentuk teks. Komentar akan mendapat persetujuan Moderator dan mungkin akan diedit disesuaikan dengan Ketentuan Penggunaan. BeritaBenar. Komentar tidak akan terlihat langsung pada waktu yang sama. BeritaBenar tidak bertanggung jawab terhadap isi komentar Anda. Dalam menulis komentar harap menghargai pandangan orang lain dan berdasarkan pada fakta.