Istri Bahrumsyah di Antara 75 WNI Dideportasi dari Turki
2017.02.07
Jakarta

Istri Bahrumsyah termasuk salah seorang di antara 75 warga negara Indonesia (WNI) yang sedang menjalani pembinaan Kementerian Sosial (Kemensos) setelah dideportasi dari Turki, kata polisi, Selasa, 7 Februari 2017.
“Dia merupakan istri Bahrumsyah yang mau gabung ke ISIS dan ditangkap otoritas Turki dan dideportasi,” ungkap Kepala Biro Penerangan Masyarakat Divisi Humas Mabes Polri, Brigjen Pol. Rikwanto kepada BeritaBenar di Jakarta.
Bahrumsyah alias Abu Ibrahim al-Indunisy adalah WNI yang disebut telah menjadi tokoh Negara Islam Irak dan Suriah (ISIS). Dia juga dinyatakan sebagai salah seorang pelopor lahirnya Katiban Nusantara, jaringan ISIS di Asia Tenggara.
Rikwanto menjelaskan, istri Bahrumsyah berinisial NK dideportasi bersama 16 WNI lain pada 21 Januari lalu melalui Bandara Soekarno Hatta.
Tiga hari kemudian, bekas pegawai Kementerian Keuangan bersama istri dan tiga anak mereka tiba di bandara Ngurah Rai, Bali, setelah dideportasi dari Turki.
Mereka sempat diperiksa Densus 88, tapi kemudian dibebaskan karena tidak ada aturan untuk menjerat mereka terlibat terorisme.
Kemudian, mereka dititipkan di Kementerian Sosial untuk dibina. Selain ke-22 WNI itu, juga terdapat puluhan WNI lain yang juga dideportasi dari Turki secara bergelombang yang menjalani pembinaan.
Tapi, tidak dijelaskan kapan ke-53 WNI yang sedang dibina itu dideportasi dari Turki.
“Dia (NK) berangkat sendiri, tidak sama anaknya, untuk bergabung dengan suaminya, Bahrumsyah di Suriah,” jelas Rikwanto.
Dia menambahkan perempuan asal Ujung Pandang ini berangkat pada November 2016, dan selama itu berada di Turki sambil menunggu waktu aman untuk diselundupkan ke Suriah.
“Modusnya mereka ditempatkan di lokasi tersembunyi dengan menyewa apartemen dan tempat terpencil, pada saat itulah mereka tertangkap polisi Turki yang sedang melakukan razia,” kata Rikwanto.
NK merupakan ibu rumah tangga yang diketahui janda seorang militan yang telah meninggal dunia, kemudian dinikahi Bahrumsyah untuk menjadi istri ketiganya.
“NK dibebaskan karena belum ada tindak pidana terorisme yang dia lakukan. Dia ke sana (Turki) hanya karena perintah untuk berkumpul dengan suaminya. Jadi belum ada hal yang terkait dengan terorisme yang dia lakukan,” kata Rikwanto.
Dari 75 WNI yang ditampung di Rumah Perlindungan Sosial Anak (RPSA) Bambu Apus, Jakarta Timur itu, terdapat 17 lelaki dewasa, 24 perempuan, dan 34 anak-anak.
Harapan Mensos
Menteri Sosial (Mensos) Khofifah Indar Parawansa ketika berkunjung ke RPSA Bambu Apus, Senin, 6 Februari 2017, berharap masyarakat menerima ketika mereka kembali ke kampung halaman.
"Mereka harus dirangkul dan diberikan pemahaman atas bahaya radikalisme dan terorisme," katanya dalam rilis yang diterima BeritaBenar.
Menurut Khofifah, pengucilan yang dilakukan masyarakat akan berdampak negatif bagi proses reintegrasi sosial WNI terduga ISIS tersebut.
“Dan bukan tidak mungkin, mereka kembali ke pemahaman yang salah dan bergabung dengan kelompok radikal jika masyarakat memperlakukan mereka dengan tidak baik,” ujarnya.
Disebutkan bahwa mayoritas WNI yang dideportasi berasal dari wilayah Jawa Timur dan umumnya berpendidikan tinggi. Antara seorang dan lainnya masih memiliki hubungan saudara, namun ada juga yang karena diajak temannya.
Menyangkut anak-anak, Khofifah mengatakan seluruhnya dalam kondisi baik.
"Ada yang ingin jadi pilot, tentara, guru, petinju dan sebagainya. Ada yang ingin jadi dokter, termasuk dokter hewan. Harapan-harapan mulia anak-anak ini harus dikawal oleh orang tuanya," tuturnya.
Kepala Badan Nasional Penanggulangan Teroris (BNPT), Komjen. Pol. Suhardi Alius berterima kasih atas peran serta Kemensos yang telah memfasilitasi WNI dideportasi dari Turki tersebut.
"Kemungkinan besar masih banyak lagi yang dideportasi. Kita tahu Suriah dalam kondisi konflik sementara Pemerintah Turki tidak mengizinkan masuk kesana," ujarnya.
Prajurit perempuan?
Pengamat terorisme dari Universitas Malikussaleh di Lhokseumawe, Aceh, Al Chaidar mengatakan berbeda dengan Al Qaeda dan kelompok teroris lain, ISIS telah menyasar perempuan untuk menjadi prajurit.
“Selain alasan teologis, mereka juga ingin mengikuti perintah pemimpin dan mencapai surga. Istri bagi ISIS merupakan bagian prajurit karena dia diperintah juga kemanapun disuruh, pasti ikut juga,” katanya kepada BeritaBenar.
“Sebenarnya kerjanya pendamping untuk menjaga anak, tapi kenyataannya kebanyakan suami mereka sudah meninggal sehingga harus berperang juga akhirnya.”
Menurut Al Chaidar, Bahrumsyah adalah petempur ulung yang sangat aktif dan memiliki banyak pasukan di Suriah.
“Bahrumsyah kurang memegang bidang dakwah jadi tak begitu berpengaruh terhadap Indonesia. Dia menangani pasukan. Kalau Bahrun Naim menangani IT dan ideologi untuk propaganda,” kata Chaidar.
Sedangkan pakar terorisme dari Community of Ideological Islamic Analysts (CIIA), Harits Abu Ulya, mengatakan wajar jika ada perempuan ikut berperang.
“Semua pasukan pasti ada wanitanya. TNI ada pasukan perempuan. Nggak ada hal aneh, ISIS juga ada wanita muda dilatih jadi tentaranya, tapi WNI belum pernah ada,” katanya.
Harits mengatakan Bahrumsyah bukan tipikal pria yang menjadikan perempuan sebagai prajurit karena ada beberapa persyaratan untuk menjadi tentara ISIS.
“Mereka dibaiat dulu, fisiknya juga, kalau ibu-ibu bagaimana mau ikut perang. Jadi motif istrinya sangat manusiawi hanya ingin menyusul keluarganya di sana, nyusul suami dan faktor keyakinan harus hijrah mengikuti suami yang sudah hijrah sebelumnya,” katanya.