Pencalonan Gibran sebagai cawapres picu kritik tentang dinasti politik
2023.10.23
Jakarta

Pencalonan Gibran Rakabuming Raka, putra sulung Presiden Joko “Jokowi” Widodo, sebagai wakil presiden pada pemilu 2024 telah memicu kontroversi dalam kancah politik Indonesia dan menimbulkan kecurigaan publik atas niat kepala negara membangun dinasti politik.
Gibran, wali kota Solo, yang menjadi pasangan Menteri Pertahanan Prabowo, telah meretakkan hubungan antara Jokowi dan partainya sendiri, Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDIP), karena dianggap mendukung capres lain selain figur pilihan partainya.
PDIP, partai yang saat ini berkuasa, telah mencalonkan mantan Gubernur Jawa Tengah Ganjar Pranowo sebagai presiden dan Menteri Koordinator Politik dan Keamanan Mohammad Mahfud MD sebagai wakilnya.
“Ketika mandat rakyat mempercayakan kekuasaan untuk kepentingan seluruh bangsa dan negara, lalu dibelokkan menjadi ambisi maka semua wajib bergerak dengan kebenaran,” ujar Sekjen PDIP Hasto Kristianto dalam keterangan tertulisnya kepada wartawan, Senin (23/10).
Menurut Hasto, Ganjar dan Mahfud dicalonkan demi kepentingan nasional, bukan karena alasan pribadi atau keluarga, seolah menyindir Gibran yang baru tiga tahun memimpin kota Solo, Jawa Tengah, tempat ayahnya memulai karier politiknya sebagai wali kota juga.
Calon pasangan lainnya, yang akan berkontestasi pada pemilihan presiden 14 Februari tahun depan, adalah mantan Gubernur Jakarta Anies Baswedan dan Wakil Ketua DPR Muhaimin Iskandar.
Pengumuman pencalonan Gibran pada Minggu terjadi seminggu setelah Mahkamah Konstitusi mengamendemen undang-undang pemilu yang semula batasan usia minimum adalah 40 tahun, ke usia di bawahnya tetap bisa dicalonkan asal pernah menjabat sebagai kepala daerah atau anggota legislatif.
Permohonan perubahan aturan tersebut diajukan oleh seorang mahasiswa di Solo yang disebut-sebut terinspirasi oleh Gibran dan diputuskan oleh majelis hakim yang dipimpin oleh kakak ipar Jokowi, Anwar Usman.
Gibran, pengusaha pemilik beberapa restoran dan jasa katering, awalnya tak terlalu berminat menjadi pusat perhatian dan ingin fokus mengembangkan bisnisnya.
Jokowi, yang masa jabatannya yang kedua dan terakhir akan berakhir tahun depan, telah banyak dipuji karena memperbaiki infrastruktur Indonesia yang bobrok, namun juga dikritik karena tindakan kerasnya terhadap perbedaan pendapat, melemahnya upaya antikorupsi, dan ketidakberpihakannya terhadap isu-isu hak asasi manusia.
Sejumlah pengamat menyebut pencalonan Gibran bukanlah keputusan spontan, melainkan hasil persiapan yang panjang dan penuh perhitungan termasuk dalam upaya mempengaruhi Mahkamah Konstitusi.
Dominique Nicky Fahrizal, analis Pusat Kajian Strategis dan Internasional (CSIS) di Jakarta, mengatakan salah satu langkahnya adalah mengubah susunan pengadilan.
“Tindakan tersebut telah melemahkan nilai demokrasi, ada skema yang memanfaatkan pengadilan sebagai instrumen kekuasaan,” kata dia kepada BenarNews.
“Ini bukan saja sekedar kemunduran demokrasi tapi terkikisnya prinsip demokrasi,” lanjutnya.
Nicky menambahkan hal ini bisa berdampak pada demokrasi Indonesia, apalagi jika terjadi perselisihan yang melibatkan Prabowo dan Gibran.
Jokowi merupakan presiden Indonesia pertama yang tidak berasal dari kalangan militer atau elite politik. Mantan pengusaha furniture, walikota Solo dan gubernur Jakarta ini ini terpilih sebagai presiden pada tahun 2014 setelah kampanye yang menggambarkan dirinya sebagai tokoh rakyat.
Jokowi telah meningkatkan konektivitas dan mobilitas di seluruh Indonesia, menghabiskan triliunan rupiah untuk membangun jalan, jembatan, bandara, pelabuhan, bendungan, dan pembangkit listrik.
Proses panjang
Namun beberapa aktivis dan akademisi mengatakan Jokowi telah mengabaikan perlindungan hak asasi manusia dalam upaya mencapai pembangunan ekonomi dan menyaksikan penurunan kebebasan sipil di bawah pemerintahannya.
Pakar Politik dari Lingkar Madani Ray Rangkuti mengatakan politik dinasti tak dapat dihindari, dan para kaum muda pun turut menikmatinya karena ingin maju secara instan.
“Mereka tidak siap bersaing dengan fair, mereka tidak tampil sebagai diri mereka, tapi lekat karena nama orang tua mereka, paman mereka. Ada persoalan ingin meraup dengan cara instan, tidak ada proses, pematangan, tiba naik populer dan prosesnya tidak ada,” ujar dia.
Sebaliknya, Pakar Politik dari Universities Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta, Adi Prayitno, mengatakan politik dinasti perkara biasa dan alamiah terjadi di negara demokrasi yang serba terbuka.
“Yang ramai itu, kalau ada yang serba instan, serba diberikan kemudahan dan langsung loncat ke jantung kekuasaan. Kalau prosesnya dari bawah, publik pasti biasa saja,” ujar dia
Yoes C. Kenawas, peneliti Pusat Penelitian Lanjutan Universitas Katolik Atma Jaya, mengatakan pencalonan Gibran merupakan bagian dari proses panjang, rapi, dan sistematis dalam membangun dinasti yang dilakukan Jokowi.
“Jokowi sepertinya khawatir siapa yang akan meneruskan warisannya ketika dia tidak lagi menjabat,” kata Yoes kepada BenarNews.
Salah satu proyek paling ambisius dan kontroversial dari pemerintahan Jokowi adalah pemindahan ibu kota dari Jakarta ke Penajam Paser Utara di Kalimantan Timur, yang bernama Ibu Kota Negara (IKN) Nusantara.
Proyek ini diperkirakan menelan biaya Rp434 triliun.
Kemunduran demokrasi
Yoes mengatakan Indonesia telah melihat tren kemunduran demokrasi di bawah kepemimpinan Jokowi.
“Ini hanyalah puncak gunung es karena kita juga melihat penurunan pada indikator lain seperti kebebasan berekspresi,” ujarnya.
“Hal ini akan memperkuat tesis banyak orang bahwa hanya mereka yang memiliki banyak uang dan koneksi yang baik yang dapat mengikuti kontes ini,” tambahnya.
Prabowo, mantan komandan jenderal Kopassus pasukan, kalah dalam pemilihan presiden dari Jokowi pada tahun 2014 dan 2019, sebelum diangkat menjadi menteri pertahanan.
Dia telah menjadi kandidat dengan elektabilitas tertinggi berdasarkan beberapa besar survei yang dilakukan sejumlah lembaga riset saat ini dan unggul tipis atas Ganjar.
Jokowi belum secara terbuka mendukung kandidat mana pun, namun awal bulan ini, jaringan pendukungnya, “ProJo,” mendukung Prabowo sebagai penggantinya.
Pengangkatan Gibran menjadi calon wakil presiden tampaknya menandakan tidak langsung dari Presiden yang berpotensi menjadi sebuah dinasti politik.
Pada Minggu, Jokowi mengatakan dirinya telah memberikan restunya terhadap pencalonan Gibran.
“Sebagai orang tua kami hanya bisa mendukung dan memberikan restu,” ujarnya kepada wartawan. “Itu adalah keputusannya karena dia sudah dewasa dan kita tidak boleh ikut campur dalam keputusan anak-anak kita.”
Puan Maharani, Wakil Ketua Umum PDIP dan Ketua DPR, meminta Jokowi bersikap adil kepada semua kontestan.
“Saya yakin Pak Jokowi mampu berperan sebagai Presiden Indonesia, presiden seluruh rakyat Indonesia,” ujarnya.
Nepotisme
Sebagian masyarakat awam memandang pencalonan Gibran sebagai nepotisme dan mempertanyakan kualifikasinya.
“Sayang sekali. Apa yang dia cari? Dia harus menyelesaikan pekerjaannya dulu,” kata Hapsari Kusumaningdyah, warga Solo berusia 32 tahun, kepada BenarNews.
“Beliau menjadi panutan bagi generasi muda Solo. Sayang sekali dia pergi sebelum masa jabatannya berakhir.”
Andi Nugroho, warga Jakarta berusia 38 tahun, mengungkapkan kekecewaannya atas pencalonan Gibran karena melanggar prinsip kejujuran dan keadilan. Yang jelas ini adalah rencana keluarga untuk mempersiapkan sang putra,” ujarnya kepada BenarNews.
Dia mengatakan seharusnya Jokowi sebagai pemimpin nasional menghindari kesan pilih kasih atau nepotisme. “Presiden harus menjadi orang utama untuk menghindari konflik kepentingan,” imbuhnya.