Polisi Sita Masker Timbunan, Kontroversi Seputar Kasus Positif Berlanjut
2020.03.04
Jakarta

Polisi Indonesia menyita ratusan kotak masker yang ditimbun oleh pedagang di Jakarta dan Tangerang di tengah kelangkaan di pasar, sementara kontroversi terus berlanjut soal penanganan pemerintah terhadap dua kasus positif pertama di Tanah Air.
Polisi menggrebek sebuah gudang yang diduga menjadi lokasi penimbunan masker di Kecamatan Neglasari, Tangerang hari Selasa (3/3/2020), dan menyita 287 karton berisi sekitar 600,000 masker, kata Kabid Humas Polda Metro Jaya, Kombes Yusri Yunus.
“Barang ini tidak memiliki ijin peredaran dan tidak dijamin keasliannya,” kata Yusri kepada wartawan.
Penggerebekan ini merupakan ketiga kalinya dilakukan polisi. Sebelumnya, polisi juga telah menggerebek penimbunan masker di Cilincing Jakarta Utara dan penggerebekan di salah satu kamar apartemen di Tanjung Duren, Jakarta Barat.
Sebelumnya Presiden Joko Widodo memerintahkan Kapolri untuk menindak tegas segala bentuk dari penimbunan.
"Saya juga sudah memerintahkan Kapolri untuk menindak tegas pihak-pihak yang tidak bertanggung jawab yang memanfaatkan momentum seperti ini dengan menimbun, terutama masker, dan menjualnya kembali dengan harga tinggi. Hati-hati, perlu saya peringatkan," tegasnya.
Identitas dan profesi kedua pasien positif COVID-19 - seorang ibu dan anaknya - terungkap di media sosial setelah Jokowi dan Menteri Kesehatan Terawan Agus Putranto mengonfirmasi kedua kasus, Senin (2/3/2020).
Sorotan yang berlebihan dan penyebaran detil kehidupan pribadi pasien oleh sejumlah media massa dan netizen memaksa keduanya untuk berbicara kepada media dan di media sosial.
Kepada harian Kompas, kedua pasien mengaku tertekan atas pemberitaan yang menstigma dirinya dan putrinya tersebut.
“Saya tertekan karena pemberitaan yang menstigma saya dan anak saya. Kasihan, kan, foto-fotonya diekspos kayak gitu. Ini kan bikin heboh,” kata pasien yang diidentifikasi sebagai Kasus 1, Selasa (3/3/2020).
Selain sorotan yang berlebihan, pasien Kasus 2 juga menyayangkan klaim-klaim pemerintah yang tidak bersesuaian dengan kondisi yang sebenarnya dialami pasien.
Pertama, terkait klaim yang menyebut perempuan warga negara Jepang sebagai kerabat dekat pasien Kasus 2. Sementara, pasien mengaku tidak mengenal sama sekali dengan warga negara Jepang tersebut meski pernah sama-sama berada di satu tempat yang sama, yakni klub Amigos dan Pamola pada tanggal 14 dan 15 Februari.
Menteri Kesehatan Terawan sebelumnya menjelaskan bahwa Kasus 2 merupakan seorang guru dansa dan dengan seorang perempuan Jepang di klub Paloma, Jakarta, tanggal 14 Februari.
"Kenanya karena dia guru dansa, dan dia berdansa dengan teman dekatnya itu," kata Terawan kepada wartawan Senin.
Kedua, berkaitan dengan status positif yang tidak pernah disampaikan langsung kepada kedua pasien. Alih-alih, pasien justru baru mendengar vonis tersebut melalui pengumuman Jokowi.
“Enggak ada (yang memberi tahu) sampai kemudian heboh kemarin ketika Presiden mengumumkan. Saya tanya ke dokter, dia bilang saya dan anak saya positif sambil bilang gak apa-apa, semua sudah ditangani,” tukas pasien Kasus 2.
Terkait masalah itu, Direktur Utama Rumah Sakit Penyakit Infeksi (RSPI) Sulianti Saroso, Mohammad Syahril, mengatakan bahwa manajemen rumah sakit tidak bisa menginformasikan kepada pasien secara langsung sebelum menginformasikannya kepada Presiden Jokowi. Ia mengatakan bahwa pasien memang baru diberitahu setelah Presiden Jokowi membuat pernyataan publik sehubungan dengan pasien virus corona itu, seperti dikutip di Tempo.co.
Informasi detail kedua pasien seperti nama, alamat, akun media sosial dan riwayat kesehatan mereka telah tersebar di media sosial ketika Jokowi meminta agar semua pejabat pemerintah menjaga kerahasiaan data pribadi pasien positif corona.
“Saya memerintahkan menteri mengingatkan rumah sakit, pejabat, tidak membuka privasi pasien. Kita harus menjaga kode etik,” kata Jokowi di Istana Merdeka. “Media juga harus hormati privasi mereka agar tidak tertekan dan segera pulih.”
Mohammad Syahril mengatakan kedua pasien dalam proses penyembuhan.
“Sampai hari keempat (dirawat), dua orang yang positif semakin membaik. Sekarang demam tidak ada lagi, batuk sudah berkurang jauh dan tidak ada sesak napas. Pasien juga bisa berkomunikasi dengan keluarganya melalui ponsel,” kata Syahril kepada wartawan, Rabu.
Syahril mengatakan, pemeriksaan ulang akan tetap dilakukan kepada pasien meski kondisinya membaik. Pemeriksaan lanjutan pertama akan dilakukan pada lima hari sejak pasien dirawat, dan pemeriksaan kedua dilakukan lagi lima hari setelahnya.
“Kalau negatif (dari dua pemeriksaan), baru mereka dipulangkan. Jadi tetap laboratorium sebagai parameter untuk memulangkan pasien tersebut,” kata Syahril.
Tak menunggu ‘suspect’
Sekretaris Direktorat Jenderal Pencegahan dan Pengendalian Penyakit (P2P) Kementerian Kesehatan, Achmad Yurianto, mengatakan pemerintah tidak lagi memutuskan menunggu status seseorang ‘suspect’ corona sebelum pemeriksaan spesimen.
Seseorang dinyatakan ‘suspect’ apabila dia menunjukkan gejala klinis dari suatu penyakit.
“Semua pasien dalam pengawasan langsung kita periksa. Jadi kita majukan dalam rangka untuk menemukan secara cepat,” kata Yurianto, yang juga ditunjuk sebagai juru bicara khusus informasi seputar perkembangan virus corona di Indonesia.
Sejumlah pihak, termasuk para pakar kesehatan dan pemerintah asing, mengatakan bahwa sangat sedikitnya tes kepada kemungkinan penderita, adalah alasan utama sedikitnya kasus virus corona dilaporkan terjadi di Indonesia, negara yang merupakan salah satu tujuan utama wisatawan dari Wuhan, daerah di Cina yang menjadi episentrum penyakit ini.
Indonesia sejauh ini telah memeriksa spesimen 155 orang. Dari total itu, dua dinyatakan positif, 149 negatif, dan empat lainnya masih diperiksa. Sebagai perbandingan Korea Selatan yang memiliki kasus terbanyak pasien positif corona setelah Cina, hingga 2 Maret lalu melakukan 109.591 tes dan mendapati lebih dari 4000 warganya positif terjangkit COVID-19, penyakit yang disebabkan virus corona baru, SARS-CoV-2 ini.
Sertifikasi ‘bebas corona’
Wakil Presiden Ma’ruf Amin mengatakan pemerintah bakal memberlakukan sertifikasi bebas virus corona bagi warga negara asing dan WNI dari luar negeri yang hendak masuk ke Indonesia. Pengetatan di semua pintu-pintu masuk baik udara, laut, darat juga akan dilakukan.
“Kita akan menerapkan sertifikasi bebas corona dan kita juga akan meneliti jejak perjalanan ke mana saja dia atau dari mana saja dia,” kata Ma’ruf di Kantor Wakil Presiden, Rabu.
Ma’ruf juga menjamin ketersediaan pasokan bahan pokok dan obat-obatan untuk masyarakat.
“Masyarakat tidak perlu panik, kemudian memborong ini memborong itu,” ujarnya, “karena pemerintah sudah mengantisipasi kemungkinan terjadinya kebutuhan dalam jangka panjang.”
Pada Selasa, Bank Dunia mengumumkan komitmennya untuk mengucurkan paket bantuan senilai US $12 miliar (setara Rp169,9 triliun) untuk membantu negara-negara berkembang menghentikan penyebaran virus corona
“Kami berupaya untuk memberikan respons yang cepat dan fleksibel berdasarkan kebutuhan negara berkembang dalam menangani penyebaran COVID-19,” kata Presiden Kelompok Bank Dunia David Malpass dalam pernyataan resminya.
Tia Asmara di Jakarta turut berkontribusi dalam artikel ini.